Riau juga dikenal sebagai salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. Diklaim laju peningkatan produksi perkebunan kelapa sawitnya diklaim mencapai 12,3 % pertahun (Bagus, 2011). Seperti salah satu kebun kelapa sawit milik PT Salim Ivomas Pratama yang terletak di Rokan Hilir. Kebun milik perusahaan yang tengah menuju Roundable On Sustainable Palm Oil (RSPO), memproduksi Crude Palm Oil (CPO) di pabriknya dengan kapasitas 60 ton Tandon Buah Segar (TBS) perjam. Dalam setiap ton TBS tersebut dihasilkan 21-23% minyak CPO dan 5% kernel atau cangkang sawit (Indoagri Riau, 2011).
Produk samping dari pengolahan kelapa sawit adalah cangkang sawit yang asalnya dari tempurung kelapa sawit. Cangkang sawit merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Dalam hasil penelitian, besar kalori cangkang kelapa sawit mencapai 20000 KJ/Kg (Ma et.al., 2004). Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO masih belum dipergunakan sepenuhnya, sehingga masih meninggalkan residu, yang akhirnya cangkang ini dijual mentah ke pasaran. Dengan harga tidak sampai Rp 800 / kg, cangkang kelapa sawit ini berpotensi untuk dijadikan bahan bakar bagi keperluan rumah tangga. Tidak perlu jauh-jauh, yaitu untuk masyarakat di sekitar perkebunan itu sendiri.
Residu cangkang kelapa sawit |
Untuk kompor biomassa yang digunakan, biasanya masyarakat masih menggunakan kompor konvensional yang ada di pasaran. Jarang sekali mereka yang memperhatikan efisiensi penggunaan bahan bakar yang digunakan dalam proses memasak. Kebanyakan masyarakat kita hanya memperhatikan pembakaran pada bahan bakarnya. Padahal dalam pendekatan engineering, tidak hanya pembakaran yang diperhatikan, tetapi juga bagaimana perpindahan panas/kalor terjadi dari fuel ke beban thermal atau disebut juga heat exchanger transfer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar